Selasa, 08 maret 2016, dunia merayakan hari perempuan internasional. Peringatan Hari Perempuan ini dilakukan setiap negara dengan cara yang berbeda-beda, yang seringkali mengangkat isu-isu kontroversial mengenai diskriminasi gender dan pelanggaran hak asasi manusia.
Sebagaimana
yang dilansir dalam salah satu media dikatakan bahwa ada belasan
pengunjukrasa yang mengatasnamakan diri Aliansi Masyarakat Tolak
Kekerasan Seksual beraksi di depan kantor Kementrian Pemberdayaan
Perempuan dan Anak (PPA), Selasa (8/12/2015). Mereka mendukung
penghapusan kekerasan seksual dengan memasukan rancangan undang-undang
tersebut ke Prolegnas DPR 2016. Sebab, menurut catatan pendemo mengutip
laporan Komnas Perempuan, dari 400.939 kasus kekerasan perempuan
sepanjang 13 tahun terakhir, 93.960 kasus di antaranya merupakan kasus
kekerasan seksual.
Fakta terkait perempuan dan anak-anak saat ini
Apa
yang dilakukan oleh para perempuan yang mengatasnamakan Aliansi
Masyarakat Tolak Kekerasan Seksual harus menjadi perhatian kita semua,
bukan karena output yang mereka inginkan, namun terkait fakta kekerasan
yang terjadi dikalangan perempuan khususnya dan anak-anak pada umumnya.
Kenapa anak-anak juga? Karena menurut Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI),
kekerasan pada anak selalu meningkat setiap tahun. Hasil pemantauan
KPAI dari 2011 sampai 2014, terjadi peningkatan yang sifnifikan. “Tahun 2011 terjadi 2178 kasus kekerasan, 2012 ada 3512 kasus, 2013 ada 4311 kasus, 2014 ada 5066 kasus,” kata Wakil Ketua KPAI, Maria Advianti kepada Harian Terbit, Minggu (14/6/2015).
Jika
kita cermati lebih lanjut, ternyata kebanyakan faktor penyebab
kekerasan yang terjadi dikalangan perempuan dan anak-anak adalah karena
faktor ekonomi (baik karena kebutuhan maupun gaya hidup). Lebih
lengkapnya kita bisa mengatakan bahwa faktor ekonomi di negara kapitalis
inilah yang menjadi faktor utama penyebab kekerasan. Karena sistem
ekonomi kapitalisme menganggap bahwa orang yang memiliki materi atau
kapital besarlah yang memiliki hak kuasa atas segala hal.
Begitu
tercerapnya pemikiran kapitalisme ini didalam masyarakat, sehingga
merekapun melakukan berbagai macam cara untuk mendapatkan materi ini,
termasuk kekerasan yang notebene banyak menimpa kalangan perempuan dan
anak-anak.
Salah satu contohnya adalah apa yang terjadi pada hari JumÂ’at
(3/11/2016), Kapolsek Jagakarsa Kompol Sri Bhayangkari menunjukkan
tersangka bersama barang bukti uang ratusan ribu rupiah dan kondom saat
rilis kasus mucikari anak di Polsek Jagakarsa, Jakarta Selatan. Polisi
berhasil mengamankan pelaku TS berusia 50 tahun yang telah beraksi
selama 2 tahun dan memperdagangkan sekitar 15 orang anak dibawah umur
usia 15-16 tahun dengan tarif Rp200.000-Rp.300.000.
Selain
menjadi korban, perempuan dan anakpun bisa juga menjadi pelaku
kekerasan dengan lokus kekerasan, yaitu di lingkungan keluarga, di
lingkungan sekolah dan di lingkungan masyarakat. Hasil
monitoring dan evaluasi KPAI tahun 2012 di 9 provinsi menunjukkan bahwa
91 persen anak menjadi korban kekerasan di lingkungan keluarga, 87.6
persen di lingkungan sekolah dan 17.9 persen di lingkungan masyarakat. Dan dari persentase-persentase diatas, 78.3 persen anak menjadi pelaku kekerasan.
Salah satunya adalah
berita tentang kasus prostitusi di kalangan siswi SMP dimana siswi SMP
nya sendiri juga sudah menjadi mucikari. Dan paling ironis korban kasus
prostitusi ini adalah kakak kandungnya sendiri. NA (15), sisiwi SMP
sebuah sekolah swasta di Surabaya, Jawa Timur terpaksa harus berurusan
dengan ranah hukum karena telah tertangkap tangan menjual 3 ABG di Hotel
Fortuna, Surabaya, Minggu (9/6). Salah satu dari ketiga ABG tersebut
adalah kakak kandungnya.
Kembali ke Fitrah
Apa
yang terjadi pada perempuan dan anak-anak dalam sistem kapitalis ini
sangat kontras sekali dengan apa yang terjadi jika Islam diterapkan
ditengah-tengah kita.
Islam sangat memuliakan perempuan dengan tugas pokok menjadi ibu serta pengatur dan penjaga bahtera rumah tangga. Mereka
pun mulia karena peran utama tersebut juga ditunjang dengan beberapa
peran dalam kehidupan melalui ketentuan syariah yang berlaku bagi
laki-laki dan perempuan.
Pertama:
jaminan terhadap kehormatan. Melalui hukum-hukum yang menyangkut
pergaulan antarlawan jenis, Islam telah menjaga perempuan agar
kehormatannya terlindungi. Islam mewajibkan perempuan untuk menutup
aurat, mengenakan jilbab dan kerudung ketika keluar rumah, menundukkan
pandangan, tidak ber-tabarruj (berdandan berlebihan), tidak berkhalwat,
bersafar lebih dari sehari-semalam harus disertai mahram, dan
lain-lain. Semua hukum-hukum tersebut sejatinya bukanlah untuk
mengekang kebebasan perempuan. Bahkan sebaliknya, dengan aturan
tersebut perempuan dimuliakan karena dapat beraktivitas tanpa ada
ancaman. Dalam
hukum-hukum tentang pernikahan, pelanggaran kehormatan, kekerasan
domestik dan penganiayaan terhadap istri adalah perkara-perkara yang
dilarang oleh Islam. Bahkan untuk menjaga kehormatan perempuan, Islam
juga mengharamkan beberapa jenis pekerjaan yang mengeksploitasi
keperempuanan, misalnya bintang film, model iklan, penari, penyanyi dan
lain-lain.
Kedua:
jaminan kesejahteraan. Ketika perempuan mendapatkan tugas utama
sebagai ibu serta pengatur dan penyelamat bahtera rumah tangga, maka
perempuan tidak dibebani tugas untuk bekerja menghidupi dirinya
sendiri. Tugas tersebut dibebankan kepada lelaki—suaminya,
ayahnya ataupun saudaranya. Namun demikian, perempuan tetap boleh
bekerja dan memainkan peran lain dalam kehidupan bermasyarakat, selain
peran dalam keluarga seperti yang telah disebut di atas. Islam
juga telah memberikan hak kepada perempuan untuk terlibat dalam
aktivitas ekonomi. Perempuan berhak ikut serta dalam perdagangan,
pertanian, industri dan melangsungkan akad-akad, bermuamalah serta
berhak untuk memiliki dan mengembangkan segala jenis kepemilikan.
Ketiga:
jaminan untuk memperoleh pendidikan. Dalam Islam menuntut ilmu adalah
kewajiban bagi setiap orang, laki-laki maupun perempuan. Bahkan sangat
penting bagi perempuan Muslimah untuk memiliki pendidikan islami
setinggi mungkin. Merekalah yang nantinya akan menjadi sumber
pengetahuan pertama bagi anak-anaknya. Negara
Khilafah berkewajiban menjalankan sistem pendidikan agar seluruh warga
negara (termasuk perempuan) mendapatkan pendidikan yang diperlukan bagi
kelangsungan kehidupannya.
Keempat,
jaminan untuk berpolitik. Islam memerintahkan perempuan untuk
beraktivitas politik dan beramar makruf nahi mungkar kepada penguasa (QS
Ali Imran [3]: 104, at-Taubah [9]: 71). Perempuan dalam Islam memiliki
hak untuk memilih khalifah, memilih dan dipilih menjadi anggota majelis
umat, atau menjadi bagian dari partai politik Islam. Hanya saja, urusan
yang berkaitan dengan kekuasaan pemerintahan tidak boleh dijabat oleh
perempuan.
Kelima:
jaminan untuk kelangsungan keturunan. Melalui hukum-hukum tentang nasab
(juga hukum-hukum pernikahan), Islam telah memuliakan perempuan untuk
memperoleh keturunan yang sah, bahkan kehidupan rumah tangga yang
menenteramkan. Melalui pernikahan syarÂ’i, perempuan mendapatkan hak-haknya sebagaimana laki-laki (suami) mendapatkan hak-haknya dari istrinya.
Keenam,
jaminan ketika perempuan berada di ruang publik. Islam memuliakan
perempuan dengan jaminan di bidang peradilan. Islam juga membolehkan
perempuan untuk berjihad. Islam juga memuliakan perempuan dengan
membolehkan perempuan berkiprah di berbagai lapangan kehidupan, baik
dalam struktur pemerintahan (yaitu selain penguasa dan qadhi mazhalim)
maupun aktivitas umum lainnya. Semua itu tentu dilaksanakan dengan
tetap menjaga pelaksanaan hukum syariah lainnya.
Meski
mendapatkan banyak kesempatan berkiprah di ruang publik, Islam dengan
hukum-hukum syariahnya tetap menjamin keamanan perempuan; baik harta,
jiwa, akal maupun agamanya. Di antara hukum-hukum itu antara lain
kewajiban ber-mahram bagi perempuan bila keluar rumah lebih dari sehari
semalam, meminta ijin suami bagi istri yang hendak keluar rumah, tidak
ber-khalwat, menjaga penampilan, dan lain-lain.
Demikianlah
jaminan Islam yang diberikan khusus bagi perempuan. Semua itu tidak
lain agar perempuan menjadi makhluk mulia, terhormat di hadapan Allah
SWT dan manusia lain.
Intinya, sesungguhnya hanya Islamlah yang mampu untuk melindungi dan
memuliakan perempuan. Bukan sistem kapitalis atau sistem-sistem yang
lainnya yang telah menapakkan dengan jelas kebobrokannya. “Telah
nampak kerusakan didarat dan dilaut disebabkan karena perbuatan tangan
manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat)
perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar)”. Wallahu A’lam bis Shawab.
0 Response to "Sisi Gelap Perempuan dan Anak dalam Cengkraman Kapitalisme "
Posting Komentar